Petani Sawah di Konsel Soroti Perluasan Lahan Sawit di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai

3 hours ago 1

Konawe Selatan – Petani sawah di Desa Lanowulu dan Tatangge, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) menyoroti perluasan lahan sawit yang terjadi di kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) dengan menggelar aksi, Rabu (17/12/2025). Mereka menilai kebijakan pemerintah tidak berpihak pada kebutuhan pertanian pangan warga.

Penolakan itu disampaikan menyusul temuan warga terkait aktivitas pembukaan lahan sawit yang diduga telah berlangsung sejak 2024. Selain sawit, masyarakat juga menemukan pembukaan jalan dan jembatan, serta kebun nilam yang merambah kawasan konservasi.

Padahal, TNRAW merupakan kawasan yang dilindungi undang-undang dan seharusnya steril dari aktivitas budidaya komersial. Lokasi perambahan berada di wilayah penghubung dua kabupaten, yakni Desa Tinabite, Kecamatan Mataosu, Kabupaten Bombana, dan Desa Awiu, Kecamatan Aere, Kabupaten Kolaka Timur.

Kantor TNRAW di Kabupaten Konawe Selatan saat didatangi sejumlah massa aksi yang tergabung dalam kelompok petani, masyarakat hingga mahasiswa.Kantor TNRAW di Kabupaten Konawe Selatan saat didatangi sejumlah massa aksi yang tergabung dalam kelompok petani, masyarakat hingga mahasiswa. Foto: Istimewa. (17/12/2025).

Ketua Kelompok Petani, Kamaruddin, mengatakan pemerintah seharusnya memprioritaskan lahan pertanian padi dan sayur-sayuran ketimbang memperluas perkebunan sawit. Menurutnya, kebutuhan pangan warga jauh lebih mendesak.

“Setiap tahun jumlah kepala keluarga terus bertambah. Di Desa Lanowulu dan Tatangge saja, ada sekitar 100 kepala keluarga baru yang tidak memiliki lahan garapan,” kata Kamaruddin, Rabu (17/12/2025).

Ia menilai, kebijakan yang memberi ruang bagi sawit di kawasan taman nasional merupakan bentuk ketidakadilan bagi petani kecil. Terlebih, petani padi justru dipersulit saat mengajukan izin pembukaan sawah.

“Kami hanya petani padi yang ingin makan dan menyambung hidup. Tetapi izin sawah dipersulit, sementara perusahaan atau pengusaha bisa membuka sawit di kawasan taman nasional,” ujarnya.

Kamaruddin juga menyoroti ketimpangan pemberian izin. Ia menyebut, di beberapa wilayah desa yang telah merambah kawasan taman nasional, setiap petani bisa menguasai lahan sawah hingga 2 – 3 hektare, sementara petani lain tidak mendapatkan akses sama sekali.

Sementara itu, Kepala Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, La Ode Darman, melalui Kepala Seksi SPTN Wilayah II, Aris mengakui adanya pembukaan jalan di dalam kawasan taman nasional. Ia mengatakan, pelaku pembukaan jalan tersebut telah dilaporkan ke kepolisian dan diproses hukum.

“Pembukaan jalan sudah kami tangani. Tim turun langsung ke lapangan dan jembatan yang dibuka sudah kami bongkar,” kata Aris saat dikonfirmasi terpisah.

Aris menjelaskan, pembukaan lahan sawah di kawasan TNRAW melanggar aturan karena wilayah tersebut merupakan habitat satwa prioritas seperti rusa dan burung air, serta satwa endemik Sulawesi seperti anoa, maleo, dan kakatua jambul kuning.

Menurutnya, savana alang-alang yang diminta petani untuk sawah juga merupakan bagian penting dari ekosistem yang menopang kehidupan serangga, ular, dan amfibi. Kerusakan satu ekosistem dinilai dapat berdampak pada ekosistem lain.

“Kalau dibuka untuk sawah, itu menabrak aturan yang sudah ada. Kami tidak ingin terjadi kerusakan lingkungan seperti di Sumatra dan daerah lain,” ujarnya.

Terkait keberadaan sawit di dalam kawasan taman nasional, Aris menyebut terdapat perlakuan hukum berbeda. Ia merujuk pada Peraturan Menteri LHK Nomor 14 Tahun 2023 yang mengatur penanganan areal terbangun di kawasan konservasi.

“Untuk sawit, ada mekanisme kerja sama dan kemitraan. Satu daur tanam selama 15 tahun, setelah itu dikembalikan ke negara,” jelasnya.

Aris juga mengungkapkan, saat ini terdapat sekitar 20.000 hektare open area di dalam TNRAW yang telah disita dan diawasi oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Total luas TNRAW sendiri mencapai 105.154 hektare.

Perbedaan perlakuan tersebut menuai protes dari kalangan mahasiswa. Sekretaris HMI Konawe Selatan, Muhammad Erit Prasetya, menilai kebijakan TNRAW dan pemerintah daerah tidak mencerminkan keadilan sosial dan ekologis.

“Petani sawah hanya ingin menyambung hidup. Tetapi justru sawit yang diprioritaskan. Ini jauh dari prinsip keadilan pemanfaatan sumber daya alam untuk masyarakat,” tutupnya.

Post Views: 113

Read Entire Article
Rapat | | | |