Kendari – Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari terus menguatkan komitmennya dalam memutus rantai stunting. Lewat Gerakan Orang Tua Asuh Atasi Stunting (Genting), Pemkot Kendari tidak hanya menyasar angka, tetapi menyentuh akar persoalan gizi, edukasi, hingga sanitasi keluarga.
Masalah stunting kini tak bisa lagi dipandang semata sebagai isu kesehatan. Ia adalah ancaman multidimensi, menyentuh kualitas SDM, masa depan generasi, hingga daya saing bangsa. Pemerintah Kota Kendari, melalui program-program strategis, telah menempatkan isu stunting sebagai prioritas utama sepanjang tahun 2025.
Wali Kota Kendari, Siska Karina Imran, dalam sambutan yang dibacakan Asisten II Nismawati menegaskan, stunting tidak hanya terlihat dari tinggi badan anak yang pendek. Lebih dari itu, stunting adalah gambaran ketimpangan gizi kronis yang berdampak panjang pada pendidikan, kecerdasan, hingga produktivitas anak di masa mendatang.

Data terkini dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan, angka stunting di Kota Kendari masih berada di angka 25,7 persen. Sementara itu, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) mencatat angka yang lebih rendah, yakni 20 persen. Meski terjadi penurunan, capaian itu belum mencapai target nasional 2025, yakni 18,8 persen.
Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Kota Kendari menyiapkan strategi terpadu yang menyentuh berbagai lini kehidupan masyarakat. Mulai dari pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita, peningkatan kualitas layanan posyandu dan puskesmas, hingga penyediaan air bersih dan sanitasi yang layak.
Namun, intervensi saja tidak cukup. Menurut Nismawati, yang juga Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Kendari, kolaborasi lintas sektor dan evaluasi menyeluruh terhadap program setiap OPD adalah kunci. Ia menekankan pentingnya pemanfaatan data keluarga berisiko stunting secara presisi dan menyeluruh, agar setiap langkah benar-benar menyasar kebutuhan di lapangan.
Dalam kerangka di atas, program unggulan Genting lahir dan terus diperkuat. Program Genting mengajak masyarakat yang mampu secara ekonomi untuk menjadi orang tua asuh bagi keluarga berisiko stunting. Tidak hanya dalam bentuk bantuan gizi, tetapi juga edukasi pola asuh, pemantauan kehamilan, dan dukungan untuk menjaga jarak kelahiran.

“Melalui Genting, kami ingin gerakan pencegahan ini tidak berhenti di pemerintah. Ini harus menjadi gerakan kolaboratif, milik semua warga,” ujar Nismawati.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kota Kendari, Jahudding menambahkan, saat ini terdapat 1.018 keluarga yang teridentifikasi memiliki risiko tinggi stunting.
Identifikasi dilakukan berdasarkan enam indikator utama, termasuk akses terhadap air bersih, sanitasi layak, dan kondisi kehamilan berisiko seperti “4 terlalu” (terlalu muda/tua, terlalu sering, dan terlalu banyak anak).

“Setiap keluarga ini tidak hanya didampingi, tapi dijangkau secara holistik oleh berbagai sektor, kesehatan, pendidikan, hingga ekonomi,” terang Jahudding.
Ia menyebutkan, program Genting mulai menunjukkan hasil positif. Angka stunting di Kota Kendari perlahan menurun, meski belum berada di zona aman. Karena itu, pihaknya mengingatkan semua pihak agar tidak lengah dan terus menjaga semangat gotong royong lintas sektor.
“Perjuangan ini belum selesai. Target kita adalah menekan angka stunting hingga 14 persen secara nasional. Tanpa sinergi semua pihak, angka hanyalah angka. Tetapi jika kita bergerak bersama, itu akan jadi perubahan nyata,” tegasnya.
Dengan pendekatan whole of government dan whole of society, Kota Kendari kini menatap 2025 dengan langkah yang lebih pasti. Bukan hanya mengejar target nasional, tetapi menanam pondasi bagi generasi Kendari yang tumbuh sehat, cerdas, dan berdaya saing.
Post Views: 66