Muna – Warga Desa Ghonebalano, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra), kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD, Kamis (10/4/2025). Mereka mendesak pengelolaan dana desa yang transparan dan akuntabel. Aksi itu disebut sebagai demonstrasi jilid II, setelah sebelumnya tuntutan serupa sempat disuarakan pada Kamis, 9 Januari 2025.
Koordinator Aksi, Muhamad Iksan Diki, mengatakan pemerintah desa tidak pernah menyampaikan laporan kinerja tahun 2024 dalam forum resmi. Menurutnya, hal itu merupakan kewajiban yang diatur dalam regulasi penyelenggaraan pemerintahan desa.
“Musrenbang kemarin tidak ada pemaparan kinerja. Ini bukan hal sepele, karena masyarakat berhak tahu sejauh mana uang negara digunakan di desa,” kata Iksan saat ditemui Kendariinfo usai aksi, Kamis (10/4)
Warga juga menyoroti mekanisme penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) tahun 2024 dan 2025 yang dinilai tidak transparan. Bantuan disalurkan secara door to door malam hari, tanpa informasi jelas mengenai nama-nama penerima manfaat.
“Seharusnya dilakukan di balai desa agar terbuka. Ini dari rumah ke rumah. Masyarakat tidak tahu siapa yang menerima. Ada ketakutan bantuan tidak tepat sasaran,” ujarnya.
Iksan juga mengungkap adanya dugaan ketidaksesuaian anggaran pada proyek peningkatan jalan menuju Tanjung. Proyek tersebut tercatat menghabiskan anggaran Rp381 juta, tetapi dalam papan informasi realisasi anggaran tercantum lebih dari Rp565 juta.
“Selisihnya sekitar Rp187 juta. Kami minta penjelasan dana itu digunakan untuk apa, karena bantuan pemberdayaan lainnya juga punya anggaran tersendiri,” tegasnya.
Warga juga menyayangkan ketidakhadiran camat dan pendamping desa saat musrenbang berlangsung. Padahal, secara aturan, keduanya wajib hadir untuk memastikan akuntabilitas proses perencanaan desa.
Ketua DPRD Muna, Muhammad Rahim, mengatakan pihaknya akan segera menindaklanjuti aspirasi warga dengan memanggil Kepala Desa Ghonebalano, Muhamad Ery, serta pihak terkait.
“Insyaallah hari Selasa (15/4) kita agendakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan pihak-pihak terkait,” kata Rahim.
Sementara itu, Kepala Desa Ghonebalano, Muhamad Ery, membantah BLT disalurkan pada malam hari. Ia menyebut penyaluran dimulai sejak sore. Penyaluran dilakukan dari rumah ke rumah, karena mayoritas penerima BLT adalah lansia yang tidak mampu datang ke balai desa.
“Kami ingin bantuan diterima langsung, tidak diwakilkan. Tahun sebelumnya penyaluran di balai desa malah 70 persen diwakilkan. Kami ingin memastikan uang sampai ke tangan yang berhak,” ungkap Ery.
Ery juga menegaskan tidak ada aturan yang melarang penyaluran BLT secara langsung ke rumah-rumah penerima. Menurutnya, pendekatan itu justru merupakan bentuk pelayanan yang lebih manusiawi dan dekat dengan warga.
Terkait selisih anggaran peningkatan jalan, Ery menyebut total Rp565 juta yang tercantum dalam papan informasi merupakan akumulasi seluruh sub-bidang pembangunan, bukan hanya proyek fisik. Anggaran tersebut dihitung melalui sistem aplikasi resmi, bukan secara manual. Oleh karena itu, menurutnya tidak ada selisih anggaran seperti yang dituduhkan.
“Bidang pembangunan itu tidak hanya bicara jalan. Ada pendidikan, kesehatan, dan kawasan permukiman. Misalnya insentif guru ngaji, makanan tambahan posyandu, dan pengadaan tandon air. Semuanya masuk ke akumulasi itu,” jelasnya.
Penulis: La Ode Muhamad Aslam
Post Views: 66