Konawe – Sidang lanjutan ke-15 perkara gugatan perdata perbuatan melawan hukum atas pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan dua perusahaan pemurnian nikel, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS), di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), digelar di Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, Senin (28/4/2025) lalu.
Para penggugat ialah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari, dan warga terdampak aktivitas perusahaan. Direktur Eksekutif Walhi Sultra, Andi Rahman, mengatakan mereka menggugat VDNI, OSS, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra, atas segala kerugian masyarakat dan lemahnya pengawasan aktivitas perusahaan.
“Gugatan ini diajukan bersama masyarakat terdampak untuk menuntut pertanggungjawaban hukum atas kerusakan lingkungan, pelanggaran hak atas lingkungan hidup yang sehat, dan mendorong pemulihan ekologi di Morosi,” kata Andi, Jumat (2/5/2025).
Warga di Kecamatan Morosi, Kasman, mengaku sudah hampir 10 menderita akibat pencemaran lingkungan. Hasil tambaknya tak lagi produktif akibat limbah batu bara pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) captive milik PT VDNI dan OSS. Lewat gugatan itu, Kasman berharap hakim memberikan penilaian seadil-adilnya bagi masyarakat terdampak.
“Saya berharap tuntutan-tuntutan itu, PLTU dan smelter beroperasi dengan standar-standar sesuai undang-undang. Misalnya bagaimana batu bara itu, secara pribadi dan masyarakat, saya kira harus dihentikan, karena pencemaran sangat-sangat berdampak,” ungkapnya.
Warga Morosi lainnya, Kamriadi, juga merasakan hal yang sama. Kamriadi menyebut dampak negatif yang dirasakan masyarakat adalah menurunnya kualitas kesehatan, ekonomi, dan pendidikan. Menurut Kamriadi, sudah banyak petani tambak yang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat debu batu bara.
Selain itu, produksi petani menurun, karena sumber air untuk mengairi tambak telah tercemar logam berat. Anak-anak muda lulusan sekolah menengah atas (SMA) di Morosi juga cenderung enggan melanjutkan pendidikan di bangku kuliah, karena lebih tertarik untuk bekerja sebagai buruh kasar. Tiga aspek itulah menjadi keprihatinan Kamriadi dan mendorongnya menggugat di PN Unaaha.
“Kalau dampak yang dirasakan masyarakat ada tiga aspek, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Harapan kami selaku penggugat memenangkan kasus ini dengan tiga tuntutan tadi. Semoga kami menang,” ujarnya.
Kuasa hukum para penggugat, Erik, menjelaskan sidang ke-15 mendengarkan keterangan saksi ahli penggugat. Saksi yang dihadirkan ialah Ahli Ekologi dan Budi Daya Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, La Ode Muh. Aslan. Dalam keterangannya, saksi ahli memaparkan hasil penelitiannya terkait dampak limbah batu di sekitar perusahaan.
“Penelitian saksi ahli, air dalam tambak tersebut mengandung bahan beracun dari limbah batu bara. Di mana ada lima logam berat yang terkandung dalam air tersebut dan sangat berbahaya bagi makhluk hidup, baik ikan maupun manusia apabila mengonsumsi limbah tersebut,” jelasnya.
Erik mengungkapkan sidang lanjutan dari perkara tersebut akan kembali digelar di PN Unaaha pada Senin, 5 Mei 2025. Agenda sidang ke-16 adalah kembali mendengarkan saksi ahli pihak penggugat dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI), Andri Gunawan Wibisana
“Untuk persidangan selanjutnya akan dilaksanakan pada Senin, 5 Mei 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari penggugat,” pungkasnya.
Penulis: La Ode Risman Hermawan
Post Views: 49