Konawe – Pengamat Daerah Bendungan Ameroro Konawe, Asman, menyoroti pernyataan pihak BWS Sulawesi IV Kendari, terkait polemik petani sawah di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang terancam gagal tanam gara-gara kekurangan pasokan air.
Asman menyebut, pihak bendungan beralasan bahwa kurangnya air ke kawasan persawahan tiga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), yakni Sumber Rejeki, Saromase, dan Humboto, disebabkan adanya penyadapan air secara ilegal dan pembobolan saluran irigasi.
“Itu keliru, kami sudah koordinasi dengan petani-petani di sana. Penyebabnya bukan itu,” tegasnya, Senin (7/4/2025).

Kata Asman, aliran air di irigasi saluran sekunder Mamiri Bendungan Ameroro selama ini berjalan lancar dan baik-baik saja. Bahkan mencukupi kebutuhan seluruh petani sawah.
Sejak adanya bangunan ukur ambang lebar yang dibuat di beberapa saluran sekunder daerah irigasi Bendungan Ameroro, air sulit mengalir dan tidak menjangkau sawah di tiga kelompok petani itu.
“Sebelum bangunan ukur ambang lebar dibuat, pipa dan bekas-bekas saluran yang jebol itu sudah ada. Tetapi kondisi air di tiga kelompok petani itu, baik-baik saja, mencukupi semua. Nanti setelah ada bangunan ukur ambang lebar, semua memunculkan masalah,” sesalnya.
Asman melanjutkan, mereka sering kali berkoordinasi dan bertemu dengan pihak Bendungan Ameroro untuk membahas masalah tersebut. Bahkan mengusulkan agar bangunan itu dibongkar sebab menjadi kendala para petani. Tetapi, tidak pernah ada solusi konkret.
“Kita sudah rapat sama pihak bendungan. Kita sampaikan masalah kami, kita usulkan supaya bongkar itu bangunan, tetapi alasannya mereka mau ditinjau dulu ke lokasi,” bebernya.
Sudah ada proses peninjauan di lapangan, tetapi lanjut Asman, proses pembongkaran belum juga dilakukan. Alasannya, pihak bendungan akan berkoordinasi dengan pusat sembari menunggu arahan selanjutnya.
Di tengah-tengah menunggu hasil koordinasi yang tak kunjung jelas, musim tanam pun mulai tiba. Petani pun kebingungan sebab waktu terus berlalu dan mereka belum bisa melakukan penanaman sawah karena pasokan air sangat kurang.
“Ini yang kami sesalkan. Sampai kapan petani ini menunggu. Musim tanam sudah tiba, seharusnya usia padi saat ini sudah berumur dua mingguan, tetapi para petani di tiga kelompok itu hanya bisa gigit jari,” tambah Asman.
Sementara itu, petani bernama Suardi, mengatakan sebagai alternatif sementara, mereka hanya bisa memanfaatkan sedotan air di sisa-sisa pembuangan. Itu pun tidak cukup, dan mereka kesulitan mencari pompa penyambungan.
“Sekarang ini kami hanya pakai pompa sisa pembuangan. Kan kasihan kalau kita begini terus. Kami harap pihak Bendungan Ameroro serius menangani ini agar ratusan hektare sawah kami bisa segera melakukan penanaman,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Seksi Ops BWS Sulawesi IV Kendari, Hartina, selaku salah satu pengelola di Bendungan Ameroro mengeklaim bahwa saluran irigasi yang ada di lokasi itu bisa memenuhi semua kebutuhan air di kawasan persawahan.
Tetapi, kata Hartini, ada yang nakal. Ia juga mengaku bahwa pihaknya telah melakukan penelusuran di kawasan irigasi saluran sekunder mamiri. Berdasarkan hasil penelusuran, terdapat lebih dari 10 titik penyadapan liar ilegal yang digunakan tidak sesuai peruntukan, atau demi kebutuhan pribadi.
Metode yang digunakan pun beragam. Ada yang merusak dinding saluran, memasang pipa dengan diameter besar untuk kepentingan selain irigasi sawah, dan membobol saluran untuk mengairi sawah secara ilegal.
“Penyebab lainnya adalah kurangnya pemeliharaan pada saluran tersier. Akibatnya, air tidak menjangkau semua kawasan persawahan di bagian ujung,” pungkasnya.
Post Views: 88