Konawe – Tumpukan limbah fly ash dan bottom ash (FABA) yang amblas menyebabkan sungai serta tambak dipenuhi lumpur di Desa Porara, Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra). Amblasnya tumpukan limbah FABA diduga terjadi sejak Kamis (11/12/2025).
FABA tersebut merupakan limbah batu baru atau buangan sisa pembakaran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) industri (captive) milik PT Virtue Dragon Nickel Industry, salah satu perusahaan berlabel proyek strategis nasional (PSN) di Konawe.
Lahan yang menjadi lokasi tumpukan FABA merupakan bekas tambak masyarakat dengan struktur tanah lembek atau berlumpur. Limbah FABA yang telah lama ditumpuk kemudian amblas lalu bergerak ke sekitar anak Sungai Motui dan tambak masyarakat.
Tambak tertimbun lumpur setelah tumpukan limbah fly ash dan bottom ash (FABA) amblas di Desa Porara, Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra). Foto: Istimewa. (12/12/2025).Anas Pandi, warga Desa Kapoiala Baru, Kecamatan Kapoiala, mengatakan peristiwa serupa sudah tiga kali terjadi. Anas menyebut tumpukan FABA yang amblas juga pernah terjadi di Desa Kapoiala Baru.
“Sisa-sisa pembakaran ditumpuk seperti gunung. Tanah itu dulu bekas tambak yang dasarnya lumpur. Awalnya terjadi di tempat saya di Kapoiala Baru. Ini kali ketiga terjadi di Porara” kata Anas kepada Kendariinfo, Jumat (12/12).
Petambak mengalami kerugian dan merasakan dampaknya secara langsung. Sungai serta tambak tidak hanya tercemar, tetapi dipenuhi lumpur bercampur limbah FABA. Kondisi itu merubah daerah aliran sungai serta tambak seperti daratan.
Anas mengungkapkan petambak di Kecamatan Morosi, Kapoiala, dan Bondoala, terdampak. Begitu pula yang dirasakan petambak di Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara (Konut), karena menggantungkan pengairan dari Sungai Motui.
“Anak sungai ini dari Sungai Motui yang mengairi tambak masyarakat. Ini bencana ekologis akibat aktivitas industri,” ungkapnya.
Menurut Anas, pihak perusahaan saat ini sedang berusaha mengangkat tanah yang menutup aliran sungai. Namun, masyarakat meminta perusahaan berhenti menumpuk sisa pembakaran di lokasi itu, karena struktur tanahnya lembek.
Jika terus beraktivitas, kejadian serupa bukan tidak mungkin terulang kembali. Penumpukan limbah FABA juga tidak sesuai analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal) menurut Anas.
“Ada dua tumpukan, punya PT Obsidian Stainless Steel dan PT VDNI. Tumpukan yang amblas milik PT VDNI. Masyarakat yang merasa dirugikan meminta perusahaan segera menghentikan penumpukan sisa pembakaran, karena sudah tidak sesuai amdal,” ujarnya.
Persoalan itu sebenarnya pernah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe saat rapat dengar pendapat bersama pihak perusahaan.
Namun, perusahaan beralasan FABA sudah bukan lagi jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Pernyataan pihak perusahaan di DPRD bahwa FABA tidak termasuk limbah B3. Ini bukan persoalan jenis limbahnya, tetapi mereka merusak wilayah kelola dan penghidupan masyarakat,” pungkasnya.
Post Views: 102

2 days ago
14













































