Siswa SMAN 2 Raha Muna Demo Terkait Dugaan Pungli Kuota Internet, Kepsek Buka Suara

15 hours ago 6

Muna – Puluhan siswa SMAN 2 Raha, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar aksi demonstrasi di lingkungan sekolah, Senin (15/12/2025). Aksi tersebut dilakukan untuk menyuarakan aspirasi sekaligus mempertanyakan dugaan pungutan liar (pungli) iuran kuota internet yang dibebankan kepada siswa sebesar Rp1.000 hingga Rp3.000 per bulan.

Demonstrasi berlangsung tertib dan damai, sesuai surat pemberitahuan yang sebelumnya telah disampaikan kepada Polres Muna. Dalam aksinya, siswa membawa sejumlah tuntutan yang berkaitan dengan hak dan kenyamanan mereka dalam proses belajar mengajar.

Meski sempat diwarnai ketegangan antara siswa dan pihak sekolah, situasi berhasil diredam melalui dialog terbuka. Aksi pun berakhir dengan suasana haru setelah siswa dan guru saling berjabat tangan dan berpelukan sebagai simbol rekonsiliasi.

Kepala SMAN 2 Raha, Syafiat Musi.Kepala SMAN 2 Raha, Syafiat Musi. Foto: Istimewa.

Menanggapi isu tersebut, Kepala SMAN 2 Raha, Syafiat Musi, membantah adanya praktik pungutan liar di sekolah yang dipimpinnya. Ia menegaskan, iuran yang dipersoalkan merupakan hasil kesepakatan bersama, bukan kebijakan sepihak sekolah.

“Sekolah tidak pernah menetapkan pungutan sepihak, apalagi memaksa siswa untuk membayar,” ujar Syafiat kepada awak media, Rabu (17/12/2025).

Ia menjelaskan, dugaan pungli mencuat terkait iuran Rp1.000 hingga Rp3.000 per siswa yang disebut digunakan untuk membiayai pemasangan WiFi di ruang Laboratorium Bahasa. Menurutnya, persoalan itu bermula dari keterbatasan akses internet yang dialami siswa saat kegiatan belajar.

Kondisi tersebut mendorong siswa dari delapan kelas meminta kepada salah satu guru agar dipasang jaringan WiFi untuk menunjang proses pembelajaran. Sementara itu, pengadaan WiFi secara resmi melalui anggaran sekolah baru direncanakan pada tahun 2026 karena keterbatasan kuota pemasangan di kawasan Jalan Pendidikan, Kelurahan Mangga Kuning, Kecamatan Katobu, Muna.

“Kami sudah ajukan pemasangan sejak Juni, tapi pihak Telkom menyampaikan kuota penuh. Baru Oktober ada satu kuota kosong dan ditawarkan kembali,” ujarnya.

Melihat peluang tersebut, guru kemudian berkomunikasi dengan siswa. Dari hasil musyawarah, disepakati iuran sukarela Rp1.000 hingga Rp3.000 per siswa, dengan catatan tidak bersifat wajib dan terlebih dahulu disampaikan kepada orang tua.

“Ini hasil rapat bersama. Siswa menyisihkan uang jajannya, tetapi tidak ada paksaan,” jelasnya.

Namun, iuran yang terkumpul selama sekitar satu bulan tidak mencukupi biaya langganan, sehingga kekurangannya ditutupi oleh guru. Iuran tersebut pun dihentikan pada November 2025, dan selanjutnya seluruh biaya WiFi ditanggung pihak sekolah.

“Siswa hanya iuran satu bulan. Pembayaran selanjutnya ditanggung sekolah,” tegas Syafiat.

Pihak sekolah memastikan terbuka terhadap kritik dan akan melakukan evaluasi agar polemik serupa tidak terulang. Klarifikasi ini diharapkan dapat meluruskan isu pungli dan menjaga kondusivitas proses belajar mengajar.

Sementara itu, salah satu siswi yang enggan disebutkan namanya mengaku pemasangan WiFi merupakan permintaan siswa dan tidak ada unsur paksaan. “Kami yang minta dipasangkan WiFi, dan tidak dipaksa bayar iuran,” katanya.

Post Views: 191

Read Entire Article
Rapat | | | |