Muna Barat – Jalan di Dusun 1 Wampodi, Desa Lakanaha, Kecamatan Wadaga, Kabupaten Muna Barat (Mubar), Sulawesi Tenggara (Sultra), sudah rusak. Jalan itu merupakan satu dari 15 paket pekerjaan jalan dan jembatan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Mubar tahun 2023 yang kekurangan volume. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sultra, kekurangan volume pada 15 proyek itu senilai Rp3,3 miliar (3.314.890.100,24).
Berdasarkan pantauan Kendariinfo pada Jumat, 27 Juni 2025, aspal di Dusun 1 Wampodi, Desa Lakanaha, tampak retak dan terkelupas. Batu kerikil sebagai lapisan dasar terlihat di permukaan, meski baru 19 bulan selesai dikerjakan. Beberapa titik bahkan berlubang, dari ukuran kecil hingga besar. Lubang-lubang jalan kemudian menjadi kubangan air berwarna kecoklatan saat turun hujan.
Warga Desa Lakanaha, Almawar, mengatakan terdapat dua titik yang sudah mengalami kerusakan parah, yakni dekat pohon tekalong dan depan area perkuburan. Menurut Almawar, jalan sudah mulai mengalami kerusakan hanya dalam waktu kurang satu bulan setelah proyek selesai dikerjakan.

“Waktu itu sempat dilakukan perawatan di beberapa bagian, tetapi belum lama rusak lagi. Penyebabnya mungkin aspal tipis dan timbunan tanah lebih banyak daripada kerikil,” kata Almawar kepada Kendariinfo, Jumat, 27 Juni 2025.
Berjarak 19 kilometer dari Desa Lakanaha, proyek perbaikan jalan Dinas PUPR Mubar pada 2023 juga mulai rusak. Jalan itu terletak di Desa Wapae Jaya menuju Desa Mekar Jaya, Kecamatan Tiworo Tengah. Tepat depan Toko Barokah Desa Wapae Jaya, permukaan aspal mulai retak. Di bagian lain, sepanjang tepi jalan kiri dan kanan memiliki retakan kecil hingga ke permukaan aspal.
Warga Desa Wapae Jaya, Andika, menyebut jalan rusak, karena kendaraan roda dua maupun empat kerap melintas di sisi jalan hingga menggerus tepian aspal. Ia menilai ketiadaan bahu jalan menjadi salah satu penyebabnya. Olehnya itu, warga berinisiatif menebar timbunan di tepi aspal depan rumah masing-masing.

“Di sepanjang depan toko dan kios di Wapae Jaya rata-rata pinggir aspalnya mulai retak, karena sering dilewati mobil. Warga bahkan sampai menimbun bagian depan warung atau toko mereka supaya jalan tidak makin rusak,” ujar Andika.
Mengapa Kekurangan Volume Pekerjaan Tak Dibawa ke Ranah Pidana?
Sebanyak 15 paket pekerjaan Dinas PUPR Mubar tahun 2023 kekurangan volume bervariasi, antara Rp14,5 juta sampai Rp1,2 miliar. Laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Sultra tercatat adanya ketidaksesuaian volume pekerjaan sebagaimana tercantum dalam kontrak dan kondisi fisik di lapangan. Akumulasi kekurangan volume pada 15 paket pekerjaan jalan dan jembatan Dinas PUPR Mubar yang melibatkan pihak ketiga selaku kontraktor proyek itu senilai Rp3,3 miliar.
Dalam LHP, BPK Perwakilan Sultra menilai kekurangan volume pekerjaan fisik tersebut bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021. Temuan itu dianggap melanggar prinsip efisiensi sebagaimana diatur pada Pasal 7 ayat (1) huruf f, di mana mewajibkan pengadaan menghindari pemborosan dan kebocoran keuangan negara.
Selain itu, Pasal 17 ayat (2) Perpres Nomor 16 Tahun 2018 menegaskan penyedia bertanggung jawab atas pelaksanaan kontrak, kualitas, volume, waktu, dan tempat penyerahan. Pada Pasal 27 ayat (6) Perpres Nomor 16 Tahun 2018 juga ditegaskan kontrak harga satuan dibayar berdasarkan realisasi volume hasil pengukuran bersama.
Jika terjadi kesalahan volume, Pasal 78 ayat (3) Perpres Nomor 16 Tahun 2018 mengatur penyedia dapat dikenai sanksi administratif. Aturan lebih teknis juga ditegaskan dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa melalui Penyedia.
Namun, hasil pemeriksaan mengungkap adanya pelanggaran terhadap ketentuan tersebut di lingkungan Dinas PUPR Mubar. Sejumlah proyek tercatat mengalami kelebihan pembayaran dengan total nilai mencapai Rp3,3 miliar. Atas temuan itu, Dinas PUPR Mubar dinilai belum maksimal dalam memastikan setiap tahapan kegiatan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Sayangnya, Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Sultra, Eko Kurniawan, mengatakan temuan baru sebatas penyalahgunaan keuangan negara, bukan kerugian keuangan negara. Dalam pemeriksaan penyajian laporan keuangan, BPK Perwakilan Sultra belum menemukan unsur yang memenuhi perbuatan tindak pidana. Menurut Eko, perlu pemeriksaan lebih jauh untuk menemukan unsur tindak pidana kerugian negara dalam LHP yang disajikan. Waktu pemeriksaan yang singkat juga tidak memungkinkan ditemukan unsur pidana.
“Bukan kerugian keuangan negara, ya, tetapi masih penyalahgunaan keuangan negara. Kalau kerugian negara masih perlu ditelaah lebih lanjut. Tindak pidana banyak unsur-unsurnya. Kami harus hati-hati, apakah itu tindak pidana atau bukan. Dalam waktu pemeriksaan kami yang singkat, hanya dua bulan, kami belum memperoleh keyakinan itu. Selama BPKP belum yakin, kami tidak akan membuat laporan ke APH,” kata Eko kepada Kendariinfo, Senin, 3 Februari 2025.
Dengan belum ditemukannya unsur-unsur tindak pidana, rekomendasi BPK Perwakilan Sultra hanya berupa pemulihan keuangan negara. Tindak lanjut dari rekomendasi tersebut diawasi langsung Inspektorat Mubar. Inspektorat pun berkewajiban memastikan pelanggaran serupa tidak terulang di kemudian hari.
“LHP sudah kami lengkapi juga dengan rekomendasi agar kerugian negara dipulihkan atau biar ke depan tidak terjadi lagi. Jadi kami seperti itu terkait penyalahgunaan keuangan negara. Alasan rekomendasi ditujukan ke bupati, karena dia yang memiliki wewenang untuk menyelesaikan atau memerintah bawahannya,” jelasnya.
Namun, tindak lanjut dari temuan BPK Perwakilan Sultra belum pernah sampai ke APH. Laporan ke APH merupakan langkah terakhir dari serangkaian pembinaan OPD yang melakukan pelanggaran. Inspektur Wilayah Mubar, Agustamin Sudjono, juga mengatakan pihaknya selalu mendahulukan pengembalian keuangan negara.
“Sampai hari ini, proses yang kita lakukan, mereka masih respons dengan pengembalian. Jadi kita belum sampai ke APH, karena rata-rata sudah dikembalikan,” kata Agustamin, Senin, 3 Februari 2025.
Ketika ditemukan penyalahgunaan keuangan negara, pelaku pelanggaran diberi waktu lebih dulu 60 hari untuk mengembalikannya. Jika dalam kurun waktu 60 hari belum dikembalikan, Inspektorat Mubar mengagendakan sidang tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi (TPTGR). Dalam sidang TPTGR, pelaku diminta mengembalikan saat itu juga dan memberi waktu lagi 60 hari jika tidak memiliki kemampuan.
“Dalam sidang TPTGR, kita putuskan untuk mengembalikan saat itu juga kalau dia punya kemampuan. Jika tidak, kita memberi tenggat waktu 60 hari lagi. Kalau tidak mengembalikan, kita rekomendasikan agar dilaporkan ke APH,” jelas Agustamin.
Kekurangan Volume Akibat Lemahnya Pengawasan Dinas PUPR Mubar
Agustamin menilai lemahnya pengawasan internal dinas terkait maupun konsultan dalam pelaksanaan proyek fisik diduga menjadi penyebab kebocoran anggaran 2023 pada Dinas PUPR Mubar. Ia menyebut banyak kontraktor dibiarkan bekerja tanpa kontrol rutin dari unsur pengawas. Agustamin juga tak memungkiri kontraktor pekerjaan berorientasi pada profit.
“Kelemahan terbesar organisasi perangkat daerah itu pada pengawasan internalnya yang tidak berjalan. Seharusnya ada evaluasi rutin dua mingguan antara konsultan perencana, konsultan pengawas, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), dan kontraktor. Namun, ini sering tidak dilakukan. Kontraktor dibiarkan bekerja sendiri. Namanya kontraktor, orientasinya profit,” ujar Agustamin.
Menurutnya, masalah tak berhenti di pengawasan saja. Ia juga menyoroti kualitas perencanaan teknis kerap tidak disesuaikan dengan kondisi lapangan. Perubahan pun seharusnya ditempuh melalui mekanisme contract change order (CCO), tetapi dokumen resminya kerap tak diperbarui.
“Sering desain awal tidak sesuai kondisi eksisting. Misalnya, fondasi direncanakan rata, padahal kondisi tanah miring. Itu seharusnya diubah lewat CCO, tetapi tidak dilakukan. Konsultan hanya kerja di atas meja. Akhirnya saat diperiksa, kita hanya bisa menghitung kekurangannya, bukan kelebihannya,” jelasnya.
Kelalaian seperti ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga kontraktor. Namun, ketika BPK sudah menerbitkan LHP, maka tidak ada ruang diskusi lagi. Kontraktor dan konsultan tetap harus bertanggung jawab atas kekurangan volume pekerjaan.
“Banyak yang bilang volumenya cukup, tetapi kami ini tugasnya membandingkan regulasi dengan kenyataan di lapangan. Kalau gambar tidak diperbarui, kami tetap hitung berdasarkan desain awal. Kurangnya kami hitung, kalau lebih tidak,” ucapnya.
Namun, ia menegaskan jika ditemukan kerugian lebih besar dari nilai retensi ke depan, maka Inspektorat Mubar akan memberikan rekomendasi kepada bupati agar dilaporkan ke APH. Laporan ke APH tidak serta-merta dapat dilakukan Inspektorat Mubar. Sebagai pengawas internal pemerintahan, Inspektorat Mubar berada di bawah kendali kepala daerah. Dalam menindaklanjuti penyalahgunaan keuangan negara, Inspektorat hanya memberikan hasil telaah dan pertimbangan kepada kepala daerah agar dilanjutkan kepala daerah ke APH.
“Tahun ini, kalau kemudian saya dapatkan kerugian lebih besar melebihi nilai retensi, maka saya proses, sampai kapan kita akan bina terus. Kami sebagai pengawas internal daerah di bawah bupati. Jadi kami bekerja untuk memberikan telaah dan pertimbangan kepada bupati,” ujarnya.
Kadis PUPR Mubar Bantah Terima Imbalan Pihak Ketiga
Kepala Dinas (Kadis) PUPR Mubar, Unding, membantah menerima imbalan pihak ketiga atau kontraktor dalam setiap pelaksanaan pekerjaan. Meskipun dilaporkan kepada aparat penegak hukum (APH), Unding menyebut hal itu merupakan ruang tersendiri.
“Saya tidak tahu kalau soal itu. Kalau ditanya soal APH, itu satu ruang tersendiri. Kami hanya menjalankan sesuai mekanisme. Mekanismenya semua yang diaudit BPK, rekomendasinya untuk dikembalikan. Proses pengembaliannya juga bertahap,” ujar Unding.
Unding mengatakan proses tindak lanjut atas temuan BPK saat ini sedang dalam proses penyelesaian. Pihaknya telah menerima surat dari Inspektorat Mubar agar segera dilakukan penagihan kepada pihak ketiga atas kekurangan volume pekerjaan.
“Kami telah terima surat dari Inspektorat Mubar untuk menagih pihak ketiga. Prosesnya sementara berjalan. Sejauh ini progres pengembalian rata-ratanya di atas 50 persen,” kata Unding.
Unding menjelaskan pelaksanaan teknis pekerjaaan, baik dari sisi fisik maupun administrasi keuangan menjadi tanggung jawab kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Dinas PUPR Mubar. Sebagai pimpinan, Unding mengaku hanya memantau secara menyeluruh untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai ketentuan.
“Saya hanya mengontrol secara menyeluruh. Untuk pertanggungjawaban fisik dan keuangan itu ditangani KPA dan PPK,” jelasnya.
Unding pun mengakui temuan BPK Perwakilan Sultra disebabkan lemahnya pengawasan internal. Meski demikian, tanggung jawab dalam pelaksanaan proyek tidak sepenuhnya di Dinas PUPR Mubar, karena melibatkan banyak pihak terkait.
Ia menyebut pelaksanaan proyek di lapangan melibatkan banyak pihak, tidak hanya dari unsur Dinas PUPR seperti KPA dan PPK, tetapi juga melibatkan konsultan pengawas dan PPTK. Menurutnya, pengawasan di lapangan kerap terkendala keterbatasan tenaga teknis. Beberapa petugas bahkan harus menangani lebih dari satu proyek secara bersamaan, sehingga pengawasan tidak bisa dilakukan secara optimal.
“Kadang satu orang menangani dua sampai tiga proyek sekaligus dan waktunya bersamaan. Jadi terjadi kelengahan, karena tidak bisa diawasi penuh. Di situlah sering muncul masalah,” ungkapnya.
Bupati Mubar soal Temuan BPK Tahun 2023: Urusan Pemerintah Lama
Bupati Muna Barat, La Ode Darwin, menyebut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sultra tahun 2023 di berbagai organisasi perangkat daerah (OPD), termasuk 15 proyek fisik Dinas PUPR merupakan urusan pemerintah sebelumnya. Namun, ia memastikan akan melakukan perbaikan agar temuan serupa tidak kembali terjadi.
“Untuk 2023 itu urusan pemerintahan yang lama. Kalau tahun ini, kita sudah mulai meminimalisir. Mudah-mudahan tahun berikutnya bisa lebih baik lagi,” kata Darwin kepada Kendariinfo, Senin, 19 Juni 2025.
Darwin mengatakan dirinya bersama Wakil Bupati Ali Basa telah mulai melakukan berbagai pembenahan. Ia juga memastikan kewajiban pengembalian atas temuan BPK Perwakilan Sultra tetap harus dilaksanakan. Ia menegaskan jika tahun-tahun berikutnya masih ditemukan kesalahan serupa, maka pemerintah daerah akan mengambil langkah tegas, termasuk melapor ke APH.
“Ini kita lakukan pembinaan-pembinaan. Mudah-mudahan ke depan bisa lebih baik lagi. Terkait dengan temuan itu, saya rasa BPK sudah mengeluarkan LHP dan itu harus ditindaklanjuti. Urusan pengembaliannya, itu kami monitor. Kami cek niat baik mereka untuk mengembalikan. “Kalau itu berulang-ulang dilakukan, nanti kita akan proses melalui pembinaan kepegawaian atau ke APH,” katanya.
Post Views: 82