Sulawesi Tenggara – Potensi tambang logam di Sulawesi Tenggara (Sultra) menjadi perhatian serius pemerintah provinsi. Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka, menegaskan bahwa pengelolaan sektor ini harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab agar benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat.
Hal itu disampaikan Gubernur Sultra saat membuka Rapat Koordinasi Sektor Pertambangan dan Pengamanan serta Penyelamatan Aset Provinsi Sulawesi Tenggara di Aula Inspektorat Sultra, Rabu (30/7/2025). Dalam rapat yang dihadiri berbagai unsur dari pusat dan daerah itu, Gubernur Sultra memaparkan bahwa Sultra memiliki 209 lokasi pertambangan dengan total sumber daya logam lebih dari 65 juta ton dan cadangan teridentifikasi sebesar 20,96 juta ton.
“Ini (data sumber daya logam) merupakan angka tertinggi di Indonesia,” ungkapnya dikutip PPID Sultra.
Namun ia mengingatkan bahwa potensi besar tersebut harus dikelola secara bertanggung jawab. “Hak pengelolaan bisa kita berikan, tetapi kewajiban harus diingatkan. Jika semua transparan dan akuntabel, kita tak akan jadi nomor dua dari belakang dalam pendapatan daerah,” tegasnya.
Gubernur Sultra juga mengumumkan bahwa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2024 – 2026 telah diterbitkan untuk 16 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral Bukan Logam dan Batuan. Perusahaan-perusahaan ini memproduksi komoditas strategis seperti batu gamping, pasir kuarsa, batuan, dan kalsit. PT Ilyas Karya akan memproduksi 2 juta m³ batuan per tahun, sementara PT Citra Khusuma Sultra menargetkan 1,04 juta ton batu gamping per tahun.
Pada aspek pemasaran, PT Naga Mas Sultra dan PT Hangtian Nur Cahaya telah mengamankan pasar pasir kuarsa hingga 427.500 ton per tahun.
Gubernur Sultra juga menyoroti tekanan terhadap kawasan hutan akibat aktivitas pertambangan. Hingga pertengahan 2025, tercatat ada 88 izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dengan total luasan 43.262 hektare. Kabupaten Kolaka memiliki luasan IPPKH terbesar dengan 19.202 hektare, disusul Konawe Utara 12.671 hektare, dan Konawe 3.360 hektare.
“Kita harus memperkuat pengawasan dan menuntut tanggung jawab lingkungan dari para pemegang IUP,” katanya.
Ia menegaskan bahwa perusahaan tambang harus mematuhi semua regulasi perizinan dan teknis pertambangan, membayar pajak dan retribusi tepat waktu, melaksanakan reklamasi dan pascatambang, menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat, serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Dalam aspek penyelamatan aset daerah, Gubernur menjelaskan bahwa saat ini terdapat 16 bidang aset strategis milik Pemprov Sultra yang sedang dalam penertiban. Aset-aset ini sebagian besar berupa tanah bernilai tinggi, seperti di kawasan Nangananga dan Jalan Bunga Seroja (Same Hotel Kendari).
“Aset ini harus kembali dikuasai oleh pemerintah daerah dan dikelola profesional demi kemaslahatan masyarakat,” katanya.
Ia menegaskan pentingnya kolaborasi multi-pihak dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan penegakan hukum. Ia meminta dukungan dari aparat penegak hukum, KPK RI, serta masyarakat sipil.
“Kita bukan sedang mencari popularitas. Kita sedang menyusun warisan. Sultra dibangun bukan untuk hari ini saja, tetapi untuk masa depan,” ujarnya.
Post Views: 85