Kolaka – Banjir lumpur merendam sawah di Desa Lamedai, Kecamatan Tanggetada, dan Desa Okooko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra). Aktivitas industri nikel di sepanjang Sungai Okooko yang membelah Desa Lamedai dan Okooko diduga menjadi penyebabnya.
Petani di Desa Okooko, Samsul Bahri, mengatakan banjir yang merendam persawahan terjadi sejak hujan deras pada Senin (10/11/2025). Banjir berasal dari luapan Sungai Okooko yang merupakan satu-satunya sumber air persawahan masyarakat. Ketika terjadi hujan deras, luapan air masuk ke sawah-sawah masyarakat yang membentang dari timur ke barat sepanjang empat kilometer.
“Hari Senin kemarin. Ini hanya sisa-sisanya,” kata Samsul, Rabu (12/11).

Samsul menyebut sawah di Okooko sudah 10 kali terendam banjir sepanjang 2025. Namun, banjir parah terjadi pada Senin (10/11). Di mana hujan turun semalaman mengakibatkan banjir lumpur setinggi satu meter. Kondisi itu membuat padi yang baru berusia dua bulan terancam gagal panen.
“Kalau kondisi terus berlanjut bisa gagal panen, karena terus terendam air kotor akan naik ulat batang. Padi yang baru berbuah akan rebah, karena basah,” ujar Samsul.
Para petani juga dalam ancaman kerugian akibat menurunnya produksi padi beberapa tahun terakhir sejak aktivitas industri nikel di wilayah Pomalaa. Biasanya para petani mampu memproduksi 8 hingga 10 ton gabah sekali panen. Namun, kini hanya bisa mencapai 2 sampai 3 ton per hektare dalam satu musim panen.
“Biaya perawatan lebih mahal, karena membeli pupuk dan racun lebih banyak. Biasanya satu musim sawah itu hanya 2 kali diberi pupuk dan racun. Namun, ini baru sekitar 45 hari bahkan sudah tiga kali dikasih pupuk;” ungkapnya.
Sungai Hukohuko di Desa Hukohuko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), berwarna merah kecokelatan akibat aktivitas industri nikel. Foto: Istimewa. (13/11/2025).Berjarak 17 kilometer dari Desa Okooko, petani di Desa Hukohuko, Kecamatan Pomalaa, juga sedang waswas dengan sungai berwarna merah kecokelatan. Warna merah kecokelatan tersebut diduga berasal dari anak Sungai Hukohuko, yakni Sungai Aemea. Sementera aliran Sungai Aemea berhubungan langsung dengan lokasi industri nikel di Desa Hukohuko.
Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sultra, Andi Rahman, aktivitas industri nikel di Pomalaa telah menciptakan krisis ekologi yang merugikan masyarakat dan lingkungan. Dia mengungkapkan banjir lumpur terjadi akibat aktivitas pembukaan lahan besar-besaran untuk proyek kawasan industri PT Indonesia Pomalaa Industry Park (IPIP) dan PT Vale Indonesia Tbk.
“Kami sudah berkali-kali mengingatkan wilayah Pomalaa sedang berada di ambang krisis ekologis. Setiap kali hujan datang, masyarakat harus bersiap menghadapi banjir lumpur akibat kelalaian perusahaan. PT IPIP dan Vale Indonesia tidak menghormati izin lingkungannya serta telah mengabaikan keselamatan rakyat,” ungkap Andi, Rabu (12/11).
Andi menilai PT IPIP dan Vale Indonesia tidak menjalankan aktivitasnya sesuai izin lingkungan yang telah diberikan. Olehnya itu, Walhi Sultra mendesak pemerintah segera menghentikan seluruh aktivitas pembangunan industri PT IPIP dan Vale Indonesia di Pomalaa.
“Banyak kewajiban dalam izin lingkungan yang tidak dijalankan. Kami mendesak pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk segera menghentikan seluruh kegiatan pembangunan industri PT IPIP dan Vale di Pomalaa. Pemerintah tidak boleh membiarkan warga terus menderita akibat aktivitas perusahaan,” pungkasnya.
Post Views: 86

23 hours ago
8















































