Muna – Sebanyak 17 dokter spesialis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. H. L. M. Baharuddin, M.Kes., Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra), memilih menghentikan pelayanan sementara selama satu hari, Senin (2/6/2025). Aksi mogok pada dokter dipicu dua persoalan utama, tunggakan insentif selama delapan bulan dan pemotongan yang tidak sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) Republik Indonesia (RI).
Mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/545/2019 tentang Besaran Tunjangan Peserta Penempatan Dokter Spesialis dalam Rangka Pendayagunaan Dokter Spesialis, besaran tunjangan dokter ditentukan berdasarkan kriteria wilayah dan karakteristik rumah sakit.
Besaran insentif dokter spesialis pada rumah sakit daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan, senilai Rp30.012.000; rumah sakit rujukan regional Rp25.505.000; rumah sakit provinsi Rp24.050.000; rumah sakit pemerintah daerah lainnya Rp27.043.000; dan rumah sakit pemerintah pusat lainnya Rp22.500.000.

RSUD dr. H. L. M. Baharuddin, M.Kes., yang masuk dalam kategori rumah sakit daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan, para dokter spesialis seharusnya tetap menerima insentif Rp30.012.000 per bulan. Namun, Pemda Muna melakukan pemotongan insentif dan hanya akan membayarkan Rp20 juta untuk lima bulan terakhir, jauh di bawah Keputusan Menteri Kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Muna, L. M. Aziswan, mengakui insentif memang belum dibayarkan sejak Oktober 2024 hingga Juni 2025, karena belum sesuai keinginan para dokter. Meski demikian, insentif akan tetap dibayarkan melalui mekanisme utang daerah yang diakomodasi pada perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2025.
“Insentif dokter itu sudah ada, hanya tidak sesuai keinginan para dokter ahli. Mereka tetap bertahan pada Rp30 juta. Sementara kemampuan pemda hanya Rp20 juta. Untuk insentif Oktober 2024 tetap akan dibayarkan, tetapi harus menunggu perubahan APBD 2025,” jelas Aziswan kepada Kendariinfo, Selasa (3/6).
Menurut Aziswan, insentif bukanlah hak mutlak para dokter, melainkan bentuk apresiasi dari pemda yang besarannya menyesuaikan kemampuan fiskal daerah. Olehnya itu, Aziswan berharap para dokter segera melanjutkan pelayanan demi menghindari dampak yang lebih luas.
“Sebenarnya bukan haknya mereka. Insentif hanya sebagai tanda terima kasihnya pemda ke mereka. Kalau gaji pokok yang ditahan, itu baru masalah. Teman-teman dokter harusnya tetap menjalankan pelayanan. Kalau tetap mogok, yang menjadi korban adalah masyarakat sendiri. Jika ada hal-hal fatal akibat pelayanan terganggu, siapa yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Ketua Komite Medik RSUD Kabupaten Muna, Mudasir, menyebut para dokter sudah kembali melakukan pelayanan atas kesepakatan rapat bersama DPRD sejak Selasa (3/6). Mudasir menjelaskan persoalan itu telah berjalan sejak Oktober 2024. Menurut Mudasir, penundaan dan pemotongan insentif dokter tidak sesuai Keputusan Menteri Kesehatan, meski diatur lebih lanjut dalam peraturan bupati.
“Ada peraturan dari menteri, ada juga peraturan tersendiri dari pemda. Dulunya Rp30 juta, kemudian diturunkan pada 2025 menjadi Rp20 juta. Sebenarnya biar Rp30 juta juga, sejak Oktober 2024 tidak pernah kami terima,” jelas Mudasir, Selasa (3/6).
Pemotongan insentif dokter spesialis dengan alasan efisiensi anggaran pemerintah pusat juga dinilai mengada-ada. Mudasir menyebut efisiensi anggaran pemerintah pusat tidak menyasar pemotongan dan penundaan insentif bagi para dokter, termasuk spesialis dan umum.
“Insentif yang Rp20 juta juga belum diterima, karena dokter ahli dan umum masih protes pemotongan 30 persen. Mengacu pada aturan efisiensi anggaran pemerintah pusat, tidak ada pemotongan insentif dokter, karena berkaitan dengan pelayanan publik,” ungkapnya.
Janji pemerintah daerah untuk pembayaran melalui perubahan APBD pun belum pasti selama pemotongan nilai insentif belum disetujui para dokter. Kemungkinan penundaan pembayaran insentif akan terus berlanjut sampai benar-benar disetujui semua dokter.
“Nilainya belum disetujui semua dokter, sehingga insentif tergantung sampai delapan bulan. Mungkin akan tergantung terus sampai semuanya setuju, tetapi para dokter ahli banyak yang menolak hadir pada pertemuan terakhir,” ujarnya.
Direktur RSUD Muna, Muhammad Marlin, menguraikan polemik muncul akibat keterlambatan pembayaran insentif sejak Oktober 2024 dan penurunan nilai insentif dari Rp30 juta menjadi Rp20 juta mulai Januari 2025. Menurutnya, kekurangan pembayaran untuk Oktober sampai Desember 2024 harus diakui terlebih dahulu sebagai utang pemda dengan tahapan administrasi yang panjang.
“Proses pengakuan utang ini memerlukan tahapan administratif melalui Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum bisa dimasukkan dalam APBD. Review insentif kami ajukan ke Inspektorat sejak Januari 2025, selesai pertengahan Februari 2025. Setelah itu, kami ajukan ke BPK dan baru dinyatakan layak dibayar sebagai utang. Namun, pembayarannya harus menunggu APBD perubahan. Semua dokumen sudah siap,” jelas Marlin.
Sementara besaran insentif tahun 2025 ditetapkan Rp20 juta untuk dokter ahli sesuai standar belanja daerah. Namun, para dokter tetap bersikeras pada nominal Rp30 juta seperti tahun sebelumnya.
“Pemda sudah menegaskan kemampuan daerah hanya sanggup Rp20 juta. Namun, teman-teman dokter bersikukuh meminta Rp30 juta. Kami di manajemen jadi serba salah. Dokumen pembayaran pun tertahan, karena mereka menolak menandatangani,” tambahnya.
Pendapatan RSUD Muna pada tahun 2024 tercatat sebesar Rp32 miliar. Dari kebutuhan insentif sebesar Rp13,2 miliar untuk seluruh tenaga kesehatan ASN dan non-ASN pada 2024, rumah sakit menyumbang Rp7,4 miliar, sedangkan pemda hanya mampu menambah Rp4 miliar, sehingga tersisa utang Rp1,8 miliar. Marlin menegaskan anggaran insentif mencakup seluruh unsur pelayanan kesehatan mulai dari dokter spesialis hingga petugas kebersihan.
“Utangnya sekitar Rp1,8 miliar. Itu bukan hanya untuk dokter spesialis, tetapi juga dokter umum, perawat, dan bidan. Kalau hanya dokter spesialis yang dipenuhi, bagaimana dengan perawat dan tenaga lainnya? Tahun ini besarannya turun dari Rp30 juta ke Rp20 juta. Bupati menegaskan hanya mampu membayar Rp20 juta. Inilah yang menjadi polemik,” pungkasnya.
8 Bulan Tak Terima Insentif, 17 Dokter RSUD Muna Mogok Kerja
Post Views: 105