Sulawesi Tenggara – Tiga komoditas unggulan perkebunan asal Sulawesi Tenggara (Sultra), yakni tebu, kakao, dan jambu mete, masuk dalam program hilirisasi nasional.
Hal itu diungkapkan Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka, saat menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Percepatan Pelaksanaan Program Hilirisasi Komoditas Prioritas Perkebunan di Auditorium Gedung F, Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Senin (22/9/2025).
Rakor yang digelar Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan Kementerian Pertanian tersebut turut dihadiri Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, sejumlah gubernur, jajaran BUMN pangan, serta kepala daerah dari 200 kabupaten/kota se-Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Andi Sumangerukka menyampaikan bahwa Sultra memiliki tujuh komoditas perkebunan yang berpotensi dihilirisasi, yakni tebu, jambu mete, kakao, kelapa, sagu, aren, nilam, dan sawit. Dari jumlah itu, tiga di antaranya menjadi komoditas utama, yakni tebu, mete, dan kakao masuk dalam program hilirisasi nasional.
“Untuk saat ini yang menjadi konsentrasi pertama hilirisasi nasional di Sulawesi Tenggara yaitu komoditas tebu, karena akan dibangun pabrik tebu di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel),” ujar Andi.
Ia menambahkan, pembangunan pabrik tebu diharapkan membuka lapangan kerja baru sekaligus memberi efek domino positif bagi perekonomian daerah. Sebagai tindak lanjut, Andi telah menandatangani MoU Komitmen Kesanggupan Pemenuhan Data Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL) bersama sejumlah gubernur lain.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, Laode Muhammad Rusdin Jaya, menjelaskan arah hilirisasi di Sultra difokuskan pada tiga komoditas utama tersebut.
Pertama, industri kakao yang akan dipusatkan di wilayah Kolaka Raya dengan dukungan kebun produksi di Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara (Kolut), Kolaka Timur (Koltim), dan Konsel.
Kedua, industri jambu mete, pengembangannya diarahkan ke wilayah Muna Raya dan Buton Raya. Terakhir, industri tebu akan difokuskan di Konsel dan Bombana.
“Seluruh rencana hilirisasi ini diharapkan berkolaborasi penuh antara pemerintah pusat, provinsi, daerah, dan pihak swasta. Selain itu, kesiapan petani menjadi faktor utama agar produksi dan produktivitas terus meningkat menuju Sultra maju, aman, sejahtera, dan religius,” ujar Rusdin kepada Kendariinfo, Selasa (23/9).
Ia menambahkan, pelaksanaan program akan dimulai pada 2026 melalui penguatan sektor hulu dengan pemberian bantuan benih dan sarana produksi pertanian (saprodi) menggunakan APBN hingga 2027. Selanjutnya, pembangunan industri hilir dijadwalkan berlangsung pada 2028 – 2029.
“Mohon dukungan semua pihak agar program ini bisa diwujudkan untuk memperkuat ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan petani di Sultra,” ucapnya.
Post Views: 111

 1 month ago
                                43
                        1 month ago
                                43
                    
















































