Kendari – Upaya memperkuat perlindungan jurnalis di Sulawesi Tenggara (Sultra) digerakkan secara serius. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari bersama Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Nasional dengan dukungan Yayasan Tifa melalui program Jurnalisme Aman menggelar pelatihan keamanan jurnalis di Kota Kendari.
Bukan sekadar pelatihan, kegiatan itu juga menjadi momentum peluncuran resmi KKJ Sultra. Agenda yang digelar dua hari, 24 – 25 Oktober 2025, diikuti puluhan peserta dari berbagai organisasi, seperti AJI Kendari, IJTI Sultra, AMSI Sultra, Walhi Sultra, Puspaham Sultra, perwakilan pengacara, dan pers mahasiswa.
KKJ Sultra sendiri dikomandoi Fadli Aksar dari IJTI Sultra, M. Sadli Saleh dari AJI Kendari sekretaris, serta Yuni Kasir dari Puspaham Sultra sebagai bendahara. Mereka didorong untuk menjadi garda depan dalam isu perlindungan jurnalis di Sultra.
Koordinator Advokasi AJI Indonesia sekaligus KKJ Nasional, Erick Tanjung, mengingatkan kekerasan terhadap jurnalis memang terus meningkat secara nasional.
“Sejak Januari hingga Oktober 2025 terdapat 70 kasus. Itu angka tertinggi dalam lima tahun terakhir. Bentuknya beragam, mulai ancaman teror, penganiayaan, hingga serangan digital. Kita perlu bersama-sama memitigasi ini,” kata Erick yang juga menjadi salah satu trainer dalam pelatihan bersama Ridwan Lapasere dari AJI Palu.
Project Officer Jurnalisme Aman, Arie Mega, menegaskan pentingnya solidaritas antarjurnalis. Arie menegaskan KKJ Sultra bukan sekadar forum jurnalis, tetapi wadah lintas sektor yang menghubungkan media, lembaga sipil, dan advokat.
“Setahun ini saja ada 70 kasus kekerasan. Namun, di balik itu masih ada semangat dan keberanian jurnalis yang belum padam. Itu yang harus kita jaga bersama. Tujuannya agar tak ada jurnalis yang berjalan sendirian ketika mengalami kekerasan,” ujarnya.
Di tingkat lokal, Sultra tercatat sebagai wilayah dengan kasus kekerasan terhadap jurnalis tertinggi di Sulawesi. Ridwan Lapasere menyebut pola kekerasan Sultra berbeda dengan wilayah lain.
“Kalau di tempat lain pelakunya banyak dari aparat, di Sultra justru kebanyakan dilakukan orang tidak dikenal,” ungkapnya.
Koordinator KKJ Sultra, Fadli Aksar, menilai kompleksitas persoalan jurnalis di daerah bukan hanya soal ancaman kekerasan, tetapi juga lemahnya sistem perlindungan dan advokasi.
“Belum pernah ada kasus media sampai ke pengadilan. Semua berhenti di penyelidikan, karena kurang advokat dan tidak ada pendampingan hukum,” kata Fadli.
Dukungan juga datang dari Kedutaan Besar Kerajaan Belanda yang hadir dalam pembentukan KKJ Sultra. Melalui kehadiran KKJ Sultra, semangatnya memastikan jurnalis bisa bekerja dengan aman, bebas, dan terlindungi.
“Kami mengapresiasi program Jurnalisme Aman yang sudah berjalan empat tahun terakhir. Kebebasan pers adalah fokus kami, dan kami akan terus mendukung inisiatif seperti ini,” ungkap Sinta.
Jusman dari Peradi Sultra menambahkan advokat siap terlibat aktif mendampingi jurnalis. “Kami siap bersinergi, karena jurnalis rentan terhadap kekerasan dan kriminalisasi,” ujarnya.
Post Views: 82

2 days ago
17

















































