Sulawesi Tenggara – Pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulawesi Tenggara (Sultra), Andi Makkawaru, yang menyebut Sungai Okooko di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, belum dapat dikatakan tercemar direspons Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Walhi Sultra yang telah melakukan uji sampel pada air di Sungai Okooko menilai pernyataan Andi Makkawaru mengingkari realitas di lapangan.
Direktur Eksekutif Walhi Sultra, Andi Rahman, menantang DLH Sultra turun langsung melakukan verifikasi lapangan. Andi mengatakan air Sungai Okooko awalnya jernih, tetapi menjadi keruh dan tercemar, karena aktivitas penambangan nikel. Bekas galian tambang nikel yang mengalir dari hulu sungai menyebabkan air berwarna kuning kecokelatan, penuh lumpur, dan racun.
“Walhi Sultra menantang DLH Sultra untuk tidak hanya bicara dari balik meja. Turun ke lokasi, memverifikasi langsung kondisi lapangan, bukan berdalih dengan angka-angka administratif yang tak sesuai kenyataan,” kata Andi, Jumat (23/5/2025).
Walhi Sultra pernah melakukan pengambilan sampel air Sungai Okooko pada 28 Oktober 2022 lalu. Hasil uji sampel tersebut menunjukkan Sungai Okooko mengandung kromium heksavalen (Cr-VI) dalam kadar air, jauh melebihi batas aman antara 0,021 hingga 0,124 miligram per liter. Sementara ambang baku mutu untuk sungai kelas II hanya 0,005 miligram per liter berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Ini bukan sekadar angka. Ini adalah ancaman nyata bagi kehidupan masyarakat di Kecamatan Tanggetada dan Pomalaa yang menggantungkan hidup dari Sungai Okooko,” tegas Andi.
Lebih dari itu, lumpur dari sungai mengalir ke laut, membawa racun dan sedimen berat yang merusak wilayah tangkap nelayan tradisional. Terumbu karang rusak dan ikan menghilang. Hal itu membawa kerugian terhadap nelayan. Sementara petani yang bergantung pada irigasi dari Sungai Okooko produksi gabahnya menjadi berkurang.
“Bagaimana mungkin disebut belum tercemar? Kami melihat dengan mata kepala sendiri, air berubah jadi merah, sawah tak lagi produktif, bahkan hampir gagal panen,” ungkapnya.
Sementara bagi Andi Makkawaru, menentukan sungai tercemar perlu pengujian pada laboratorium yang terakreditasi dan teregistrasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI). Mantan Penjabat (Pj.) Bupati Kolaka tahun 2024 itu menganggap Sungai Okooko juga belum melebihi kelas II baku mutu air sungai.
“Kita tidak bisa mengatakan perusahaan itu menyebabkan pencemaran, kalau laboratorium kami pun tidak menerapkan pengambilan sampel dan pengujian sampel sesuai standar. Kalau dia belum ditetapkan kelasnya, maka kita mengikuti kementerian bahwa dia kelas II. Kalau dia misalnya kelas II, berarti masih aman,” kata Andi Makkawaru, Selasa, 29 April 2025.
Post Views: 94