Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjatuhkan sanksi kepada dua hakim Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) buntut keterlibatan mereka dalam kasus ICC terhadap Israel.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyatakan dua hakim ICC, yakni Gocha Lordkipanidze dari Georgia dan Erdenebalsuren Damdin dari Mongolia, dijatuhkan sanksi karena terlibat dalam upaya ICC memperkarakan warga Israel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Individu-individu ini terlibat secara langsung dalam upaya ICC menyelidiki, menangkap, menahan, atau menuntut warga negara Israel tanpa persetujuan Israel, termasuk memberikan suara bersama mayoritas yang mendukung putusan ICC menolak banding Israel pada 15 Desember," ujar Rubio dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS pada Kamis (18/12).
Menurut Rubio, ICC terus terlibat dalam "tindakan yang dipolitisasi" untuk menargetkan Israel, yang menjadi preseden berbahaya bagi semua negara.
Sanksi yang dijatuhkan AS ini berarti para hakim ICC tidak bisa bepergian ke AS maupun memiliki aset di sana. Mereka juga tidak akan bisa memiliki kartu kredit sehingga akan sulit melakukan transaksi keuangan.
Ia berujar AS tidak menoleransi penyalahgunaan kekuasaan ICC yang melanggar kedaulatan AS dan Israel, dan yang secara keliru menundukkan warga AS serta Israel ke bawah yurisdiksi ICC.
"Pesan kami kepada pengadilan sudah jelas: Amerika Serikat dan Israel bukan pihak dalam Statuta Roma dan oleh karena itu kami menolak yurisdiksi ICC. Kami akan terus menanggapi dengan konsekuensi signifikan dan nyata terhadap perang hukum dan tindakan melampaui batas oleh ICC," demikian pernyataan Rubio.
Pengumuman Rubio ini meningkatkan tekanan Washington terhadap ICC yang sedang berusaha mengadili Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu buntut kejahatan perangnya di Palestina.
Selain dua hakim ini, AS awal tahun ini juga menjatuhkan sanksi kepada sembilan hakim dan jaksa ICC, dan mengancam akan memberikan sanksi ke seluruh anggota badan peradilan tersebut jika dakwaan terhadap Israel tidak segera dicabut.
Pada November 2024, ICC menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam agresi brutal Israel di Jalur Gaza.
Jaksa yang mengajukan surat perintah tersebut, Karim Khan, kini tersandung kasus pelecehan seksual dan mengundurkan diri untuk sementara dari penyelidikan terhadap Israel.
Dalam sebuah dokumen pembelaan yang diajukan Khan, ia menyatakan bahwa dirinya sudah lama diancam oleh pejabat AS dan Inggris karena berencana mengadili Netanyahu. Seorang pejabat AS disebut pernah memperingatkannya bahwa akan ada konsekuensi buruk jika ia mengeluarkan surat perintah penangkapan tersebut.
Selain kasus terhadap Netanyahu, AS juga menuntut ICC untuk mengakhiri penyelidikan terhadap pasukan AS buntut tindakan mereka di Afghanistan.
AS juga mendesak agar ICC mengubah statuta mereka untuk memastikan mereka tak akan menuntut Trump dan para pejabat tinggi lainnya, demikian menurut seorang pejabat di pemerintahan Trump kepada Reuters pekan lalu.
Respons ICC
ICC menyesalkan keputusan AS menjatuhkan sanksi kepada hakim-hakimnya. Badan itu menegaskan tindakan tersebut membahayakan tatanan hukum internasional.
"Sanksi-sanksi ini merupakan serangan terang-terangan terhadap independensi lembaga peradilan yang tidak memihak," demikian pernyataan ICC, seperti dikutip Reuters.
AS dan Israel bukan anggota ICC. Sementara Palestina merupakan anggota sejak 2015 lalu.
ICC adalah badan peradilan yang mengadili kejahatan perang di dunia. Badan ini punya 125 negara anggota, termasuk negara-negara Uni Eropa.
Mandat ICC memungkinkan mereka menuntut individu atas dugaan kejahatan yang dilakukan oleh orang tersebut di wilayah negara anggota ICC.
(blq/dna)

10 hours ago
1













































