Sulawesi Tenggara – Koordinator Forum Pegian Pelayanan Publik (FP3), Kisran Makati, menilai laporan berujung penangkapan paksa terhadap mahasiswa Sulawesi Tenggara (Sultra) di Jakarta merupakan sikap antikritik pemerintah daerah. Menurut Kisran, penangkapan juga merupakan bentuk kriminalisasi untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi.
“Mahasiswa datang membawa suara publik, menagih janji pemerintah sendiri. Apakah kini menyampaikan aspirasi harus berakhir di kantor polisi? Ini paradoks kekuasaan yang memalukan,” ujar Kisran dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/10/2025).
Olehnya itu, Kisran mendorong Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka, meminta maaf secara terbuka kepada publik atas tindakan pelaporan hingga penangkapan yang mencederai prinsip-prinsip demokrasi. Andi Sumangerukka juga seharusnya merealisasikan pembangunan asrama mahasiswa Sultra di Jakarta sebagai wujud tanggung jawab moral dan politik, serta membuka ruang dialog untuk membangun komunikasi yang sehat.

“Mahasiswa bukan musuh pemerintah. Suara rakyat bukan ancaman, melainkan pengingat agar kekuasaan tetap berpihak pada kebenaran dan keadilan,” katanya.
Meski begitu, Kisran tetap mendorong Ombudsman Republik Indonesia melakukan pemeriksaan atas dugaan penyalahgunaan wewenang Badan Penghubung Sultra di Jakarta. Menurut Kisran, pelaporan yang berujung penangkapan paksa mahasiswa bukan fungsi dan mandat pelayanan publik Badan Penghubung Sultra.
“Kami meminta Ombudsman untuk memeriksa tindakan aparat Pemprov Sultra yang telah menggunakan kewenangan secara tidak proporsional. Pemerintah seharusnya melayani, bukan menakut-nakuti masyarakatnya sendiri,” ungkap Kisran.
Langkah Ombudsman dinilai penting untuk memastikan seluruh institusi pemerintah daerah bekerja sesuai mandatnya, memperkuat prinsip pelayanan publik yang adil, transparan, dan menghormati hak-hak warga negara. Kekhawatiran terus memburuknya iklim demokrasi menjadi realistis ketika kritik publik dijawab dengan pendekatan hukum dan represi.
“Tindakan seperti ini hanya akan memperlebar jarak antara pemerintah dan rakyat serta menggerus kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan daerah. Yang dibutuhkan mahasiswa adalah komitmen dan keterbukaan, bukan intimidasi. Jika ruang demokrasi dikecilkan, ketegangan sosial akan semakin besar,” tutupnya.
Post Views: 87